Senin, 24 Agustus 2009

Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan

Saat ini masalah kebudayaan dan pembangunan sangat sering sekali di pedebatkan dan di diskusikan yang berkaitan dengan masalh hubungan kebudayaan tradisional dan kebudayaan modern, masalah perubahaan nilai-nilai budaya, masalah mentalitas pembangunan, masalah pembinaan kebudayaan nasiona, maslah hubungan antara agama, dan kebudayaan. Banyak yang sering mengartikan yang terkandung dalam kebudayaan adalah konsep dalam arti yang terbatas, iyalah pikiran, karya, dan hasil karya manusiayang memenuhi hasratnya dalam keindahan. Dengan singkatnya kebudayaan adalah kesenian. Sebenarnya konsep tersebut terlampau sempit sekali. Banyak dari para ahli sosial yang mengartikan konsep kebudayaan itu dalam arti yang sangat luas yaitu seluruh total bari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan karena itu hanya dapat di cetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Konsep tersebut sangat luas karena mencakup seluruh aktivitas masyarakat dalam kehidupan. Hal yang tidak termasuk dalam kebudayaan adalah beberapa reflek yang berdasarkan naluri, sedangkan suatu perbuatan yang sebenarnya juga yang merupakan naluri. Karena sedemikian luasnya maka untuk keperluan analisis konsep kebudayaan itu perlu di pecahkan lagi ke dalam unsur-unsurnya. Unsur tersebut karena pecahan tahap pertama adalah kebudayaan yang universal, dan merupakan unsur yang pasti dapat ditemukan dalam kehidupan manusia atau semua kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam masyarakat perkotaan yang besar dan kompleks. Unsur-unsur tersebut adalah :

· Sistem religi dan upacara keagamaan

· Sistem dan organisasi kemasyarakatan,

· Sistem pengetahuan,

· Bahasa,

· Kesenian,

· Sistem mata penceharian hidup,

· Sistem teknologi dan penalaran

Susunan tata urut dari unsur kebudayaan tersebut yang universal di buat dengan sengaja untuk menggambarkan unsur-unsur mana yang paling sukar berubah atau terkena pengaruh kebudayaan lain. Dalam susunan itu dapat terlihat bahwa unsur yang berdeda di bagian atas dari deretan, merupakan unsur-unsur yang lebih sukar berubah dari pada unsur-unsur tersebut. Kenyataannya kita tidak mungkin menggunakan konsep kebudayaan yang seluas luasnya dan yang di gunakan oleh beberapa ahli ilmu sosial.

Kebudayaan memiliki tiga wujud , ialah :

· Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, pengaturan dansebagainya.

· Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat,

· Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud pertama adalah wujud ide dari kebudayaan sifatnya abstrak yang terdapat dalam pemikiran dari masyarakat yang hidup. Apabila pemikiran tersebut berbentuk sebuah tulisan maka lokasi kebudayaan tersebut adalah melalui buku-buku hasil karya penulis warga masyarakat. Kebudayaan ide tersebut dapat kita sebut sebagai adapt tata kelakuan, atau secara singkat adapt dalam arti khusus, atau adat istiadat dalam bentuk jamak. Sebutan tersebut menunjukan bahwa kebudayaan ideal itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang menatur, mengendali, dan memberi arah kepada kelakuak dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam fungsi ini secara lebih khusus lagi adat terbagi dalam beberapa lapisan, yaitu dari yang paling abstrak dan luas, sampai paling kongkret dan terbatas. Lapisan yang paling abstrak adalah sistem nilai budaya. Lapisan kedua yaitu sistem hukum yang berdasar kepada norma-norma yang lebih kongkret.

Wujud kedua yang sering di sebut sistem sosial, mengenal kelakuan berpola dari masyarakat yang terdiri dari aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, sehubungan, serta bergaul satu sama lainnya, yang dari detik kedetik, hari ke hari, dan tahun ke tahun selalu mengikuti pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat. Wujud ketiga dari kebudayaan tersebut adalah kebudayaan fisik, dan memerlukan keterangan banyak. Karena merupakan seluruh total dari hasil fisik dan aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam kehidupan masyarakat. Ketiga wujud kebudayaaan tersebut dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu sama lainnya. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya.

Jika di lihat dari beberapa konsep kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakanya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karya itu. Adapun istilah yang berasal dari bahas latin yaitu colere, yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mngolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang kultur sebagai segala daya dan usaha manusia dalam merubah alam. Adapun istilah peradaban dapat kita sejajarkan dengan kata asing civilization istilah itu biasa di pakai dalam bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah seperti kesenian, ilmu pengetahuan, serta sopan santun dan sistem dengan struktur yang kompleks. Perbedaan antara adapt dan kebudayaan adalah soal lain, dan bersangkutan dengan konsepsi bahwa kebudayaan itu memiliki tiga wujud. Peranata atau institution mengenai kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaanya. Pengolongan pranata yang di golongkan ke dalam beberapa kelompok itu tidak memuaskan karena tidak mencakup segala macam pranata yang mungkin ada dalam masyrarakat manusia. Jika dipikirka secara mendalam dan obyektif, hal-hal seperti kejahatan dan lain lain di anggap sebagi pranata-pranata kemasyarakatan tetapi dalam pengolangan di atas pranata tersebut tidak memiliki tempat.

Perbedaan adat dan hukum adat sering juga muncul dalam berbagai diskusi. Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan. Ada dua golongan dalam sifat dasar hukum adat. Golongan yang pertama beranggapan bahwa dalam masyarakat yang terbelakang tidak ada aktivitas hukum. Anggapan itu karena para ahli menyempitkan definisi tentang hukum tersebut kepada aktivitas hukum yang ada dalam masyarakat yang maju saja. Golongan yang ke dua tidak mengkhususkan definisi mereka tentang hukum, tetapi hanya terhadap hukum dalam masyarakat bernegara dengan satu sistem alat kekuasaan saja.

Bedasarkan pengertian yang telah tercapai, pospisil kemudian mengembangkan teorinya dengan mengadakan suatu usaha perbandingan secara cross-cultural, terhadap kasus-kasus hukum yang serupa dalam 32 kebudayaan lain dari beberapa daerah yang tersebar luas di seluruh permukaan bumi. Hasil analisis hukum yang amat luas tadi adalah suatu teori tentang batas antara adat dan hukum adat yang secara singkat berbunyi :

  1. Hukum adalah suatu aktivitas dalam rangka suatu kebudayaan yang mempunyai fungsi pengawasan sosial.
  2. Atribut yang terutama di sebut atribute of authority.
  3. Atribut yang ke dua di sebut attribute of intention of universal application.
  4. Atribut yang ke tiga di sebut attribute of obligation.
  5. Atribut yang ke empat di sebut attribute of sanction.

Sistem nilai budaya adalah tingkatan yang paling abstrak dari adapt. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagi pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain setingkat lebih kongkret, seperti aturan-aturan khusus, hokum dan norma-norma, semuanya berpedoman pada sistem nilai budaya tersebut. Sistem nilai budaya seolah-olah berada di luar dan di atas diri para individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Para individu tersebut sejak kecil telah di ajarkan dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat sehingga konsepsi-konsepsi tersebut telah lama berakar dalam alam jiwa mereka. Sikap mentalitas orang Indonesia yang umumnya belum siap dalam pembangunan hal ini tercermin dalam bentuk manusia yang seperti apa yang akan di timbulkan di Indonesia dalam pembangunan. Hal tersebut masih belum di konsepsi oleh kita. Berbagai suku bangsa, berbagai aliran, dan berbagai golongan dalam negara kita yang demikian kebanyakan itu mungkin sudah maju tak mungkin dapat kita contoh begitu saja. Karena terlampau jauh di depan bahkan model masyarakat jepang pun tidak mungkin kita tiru, karena lingkungan, alam, komposisi penduduk negara, struktur masyarakat, aneka warna kebudayaan, sistem nilai bidaya, dan agama di negara kita memang berbeda dengan di Jepang. Untuk mencapai keadaan yang lebih makmur dari pada sekarang saja, sudah tentu perlu suatu usaha intensitas di segala lapangan, yang jauh lebih besar dari pada apa yang bisa kita gerakan sampai kini.

Sebelum membahas tentang apakah kelamahan mentalitas kita untuk pembangunan , akan di bahas mengenai suatu mentalitas yang sangat berbeda antara dua golongan yang besar di negara kita. Orang desa biasanya bekerja dalam sector pertanian, dan mentalitas mereka adalah suatu mentalitas yang khas, yang kita sebut saja mentalitas petani. Sebaliknya orang bekerja sebagai buruh, pedagang, usahawan atau pegawai. Baik kelas buruh, usahawan maupun pedagang masih lemah, sehingga kehidupan kota di kuasai oleh para pegawai yang amat bergengsi, dan mentalitas penduduk kota di dominasi oleh mentalitas pegawai. Orang ABRI yang berkuasa di kota dapat di samakan dengan pegawai, baik dalam sifat pekerjaan mereka, maupun dalam gaya hidup dan mentalitas mereka. Berbicara dalam hal kelemahan dalam mentalitas kita untuk pembangunan, perlu di bedakan antara dua hal yang pertama konsepsi-konsepsi, pandangan-pandangan dan sikap mental terhadap lingkungan kita, yang sudah lama mengendap dalam pikiran kita, karena pengaruh atau bersumberkepada sitem nilai budaya kita sejak beberapa generasi yang lalu, dan yang ke dua konsepsi-konsepsi, pandangan-pandangan dan sikap mental terhadap lingkungan kita, yang baru timbul sejak zaman revolusi, dan yang sebenarnya tidak bersumber pada sistem nilai budaya kita. Kita memeng patut bangga dan kagum atas semangat yang begitu cepat rakyat dan para pejuang kemerdekaan, yang dengan suatu revolusi fihak telah berhasil mencapai suatu tahap yang konkret dalam proses pembentukan bangsa kita, ialah suatu negara yang berdaulat, suatu rasa harga diri sebagai bangsa, dan suatu hasrat untuk bersatu sebagai landasan kuat guna pembinaan lebih lanjut dari proses integrasi kebidayaan dan nasional Indonesia.

Sebaliknya revolusi kitas erupa dengan revolusi yang pernah terjadi sepanjang sejarah manusia, telah menbawa akibat-akibat post-revolusi berupa kerusakan-kerusakan fisik dan mental, dalam masyarakat bangsa kita.. suatu revolusi pertama-tama mematahkan kontinuitas kehidupan masyarakat, dengan konsekkuensi timbulnya improvisasi dari pola-pola hehidupan baru yang tidak mantap, dan yang menimbulkan keraguan-keraguan dalam suatu kehidupan tanpa pedoman. Suatu konsekuensi lain adalah terabaikanya prasarana-prasarana ekonomi dan kehidupan ekonomi yang menjadi kacau. Dalam mas sesudah revolusi, jika kemerdekaan formal telah tercapai timbul banyak maslah lain, dan biasanya dengan segera timbul suatu proses yang oleh para ahli ilmu politik sering disebut proses dekolonialisasi. Dlam prose situ norma-norma serta peraturan-peraturan lama yang dianggap feodal atau kolonial di jebol dengan maksud untuk di ganti dengan norma-norma dan peraturan-peraturan yang baru. Namun biasanya fungsi semula dari anjuran-anjuran supaya meninggalkan norma-norma lama itu sendiri menjadi tujuan yang utama, dan norma-norma serta peraturan-peraturan tidak di bina dan di susun. Dengan demikian keraguan-keraguan dalam kehidupan tanpa pedoman tercipta lagi.

Sifat tidak percaya kepada diri sendiri itu, dalam suatu penelitian tampak memburuk teutama di antara golongan-golongan di Indonesia yang hidup dalam kota-kota, ialah golongan pegawai antara golongan petani di desa-desa, suatu penelitian mengenal kepercayaan terhadap kemampuan sendiri itu tidak amat relevan karena jelan kehidupan petani sudah diterima dengan mentap. Sikap tidak percaya terhadap diri sediri yang memburuk iti rupanya adalah suatu konsekuensi dari serangkaian kegagalan, terutama dalam bidang usaha pembangunan, yang di alami oleh bangsa Indonesia dalam zaman post-revolusi, sejak saat tercapainya kemerdekaan sampai sekarang. Konsep gotong royong yang kita nilai tinggi itu merupakan suatu konsep yang erat sangkut pautnya dengan kehidupan rakyat kita sebagai petani dalam masyarakat agraris. Dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa gotong royang merupakan suatu sistem tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga, untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk dalam masa lingkaran aktivitas produksi bercocok tanam di sawah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar